Ketika jiwa seni
dosen melampau batas-batas berkesenian, maka sampai tataran tertentu seorang dosen mirip dengan preman. Maaf, saya tidak menemukan istilah yang lebih santun untuk menyebutnya. Preman tidak menganggap ada aturan. Beda antara seniman dan preman seringkali sangat tipis. Seorang seniman yang salah memanfaatkan media berkreasi, bukan ke kanvas tetapi ke tembok orang lain, telah bermetamorforsis menjadi seorang preman. Hak orang lain telah dilanggar.
Ketika dosen menjadi preman, banyak hak yang mungkin dilanggar: hak mahasiswa, hak kolega, dan hak institusi. Hak mahasiswa dapat dilanggar dengan berbagai cara: mengajar sekenanya, mengganti jadwal kuliah seenaknya tanpa memperhatikan mahasiswa, membimbing ala kadarnya, atau bahkan memanfaatkan mahasiswa untuk kepentingan pribadi tanpa memberikan manfaat kepada mahasiswa. Hak kolega juga dapat dengan mudah diciderai: tidak memberikan respek yang semestinya, memberikan beban yang seharusnya tidak menjadi tanggungjawab kolega, atau menjadikan kolega repot karena kengawuran yang terus menerus dan disengaja. Hak institusi juga dapat terlanggar dengan mudah, seperti dengan mangkir dari tugas/amanah dan tidak mengindahkan aturan yang sudah disepakati bersama. Dosen yang sepeti ini biasanya jago ngeles, alias ahli dalam membuat 1001 alasan.
Preman juga biasanya bisanya hanya protes, menghujat, dan mau menang sendiri. Dalam mengajar harusnya seperti kata pepatah China, “better to light a candle than to curse the darkness.” Lebih baik menyalakan lilin daripada menghujat kegelapan. Dapat dipastikan, tidak ada sesuatu yang sempurna. Mahasiswa, kolega, institusi semuanya dalam proses untuk menjadi baik. Dukungan dari dosen dengan menjalankan kewajiban dengan penuh kesadaran dan tanggungjawab sangat diperlukan. Wong, dulu melamar jadi dosen juga tidak ada yang memaksa kan? Kok setelah menjadi dosen merasa hanya institusi yang memerlukan dia. Tanpa kesadaran pelaksanaan kewajiban atau penunaian hak mahasiswa-kolega-institusi, dosen yang harusnya menjadi aset institusi dapat berubah menjadi keset. Keberadaannya tidak menggenapkan atau mengganjilkan alias tidak menambah manfaat yang nyata dan dapat dibanggakan.
Mengapa premanisme bisa terjadi? Salah satu sebabnya adalah pembiaran yang luar biasa. Ketika kesalahan-kesalahan atau pelanggaran kecil dibiarkan tanpa ada upaya memperbaiki, sejalan dengan waktu, akan semakin besar kesalahan yang dibuat dan akan semakin banyak dosen yang mengikutinya. Teori Jendela Pecah (Broken Window) yang dikembangkan oleh krimonolog James Q. Wilson dan George Kelling dapat menjelaskan fenomena epidemi premanisme ini (Gladwell, 2000). Ketika jendela sebuah bangunan di sebuah kawasan pecah dan tidak diperbaiki, maka orang yang melihatnya akan mempunyai kesimpulan bahwa tidak ada orang yang peduli dan bertanggung-jawab atas perawatan bangunan tersebut. Sangat mungkin, akan semakin banyak jendela yang kacanya akan pecah. Ini mirip dengan fenomena grafiti liar di tembok-tembok bangunan kota. Ketika grafiti liar dibiarkan, maka akan semakin banyak grafiti lain yang menghiasi tembok-tembok bangunan kota, karena aktivitas vandalisme tidak dianggap sebagai sebuah masalah.
Analogi ini dengan pas dapat diterapkan pada kasus premanisme dosen. Fenomena ini sependek pengetahuan saya tidak hanya terjadi di universitas swasta tetapi juga negeri. Bahkan sebuah rumor yang berkembang, ada sebuah jurusan di sebuah universitas yang dosennya pun merasa tidak tega memasukkan anaknya ke jurusan tersebut karena banyak mahasiswa yang sudah ditelantarkan oleh dosen-dosennya untuk sibuk dengan aktivitas proyek yang mengabaikan tanggung-jawab profesional dosen di kampus. Dosen mengajar kalau sempat, dan dapat dipastikan hasilnya tidak akan optimal. Masih beruntung jika mahasiswa yang masuk ke dalam jurusan tersebut adalah mereka yang berkualitas bagus dan dapat mengembangkan diri sendiri, tetapi jika kualitas mahasiswa yang masuk pas-pasan, maka kualitas pendidikan menjadi taruhan mahal. Keadaan ini diperburuk dengan kenyataan bahwa memberikan sanksi kepada seorang dosen harus melalui proses panjang dan tidak mudah, tidak semudah proses memberikan penghargaan kepada dosen yang berprestasi.
Sumber :
Title : Apakah DOsen sama Dengan Preman
Description : Ketika jiwa seni dosen melampau batas-batas berkesenian , maka sampai tataran tertentu seorang dosen mirip dengan preman. Maaf, saya tidak ...